Jakarta, 11 Februari 2025
Bertempat di Ruang Rapat Puskeu Polri, Kombes Pol Eryek Kusmayadi, S.Sos, S.I.K., melaksanakan rapat program Tim V (Penguatan Pengawasan) dipimpin oleh Ketua Tim Penguatan Pengawasan, Kombes Pol Eryek Kusmayadi, S.I.K., S.Sos. dengan pokok pembahasan sebagai berikut:
1.pengendalian gratifikasi dan mitigasi potensi gratifikasi di Puskeu Polri
2.manajemen resiko pada Puskeu Polri
3.penyelenggaraan SPIP di Puskeu Polri
4.pelaksanaan whistle blowing system (WBS) di Puskeu Polri
Dalam rangka mendorong terwujudnya Pegawai Negeri pada Polri yang profesional, berintegritas, berprilaku, dan berbudaya anti korupsi serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme diperlukan upaya pengendalian Gratifikasi, berikut petunjuk dan arahan bagi seluruh pegawai negeri pada Polri:
a.Gratifikasi pada Polri semakin mendapat perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b.Perbuatan Gratifikasi di lingkungan Polri menimbulkan dampak yang dapat menurunkan citra Polri dan kepercayaan masyarakat.
c.Masalah Gratifikasi harus ditangani dengan baik karena dapat menyebabkan ketidak profesionalan Pegawai Negeri pada Polri dalam melaksanakan tugas.
d.Pemahaman dan pengetahuan atas Gratifikasi merupakan hal yang penting dimiliki oleh Pegawai Negeri pada Polri selaku aparat Negara yang memiliki tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta perlidungan pengayoman dan pelayanan pada masyarakat sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana korupsi sebagai akibat dari Gratifikasi tersebut.
e.Gratifikasi merupakan tindak pidana yang diatur dalam Undang - undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbentuk pemberian antara lain:
1)Uang.
2)Barang.
3)Rabat.
4)Komisi.
5)Pinjaman tanpa bunga.
6)Tiket perjalanan.
7)Fasilitas penginapan.
8)Perjalanan wisata.
9)Pengobatan cuma-Cuma.
10)Fasilitas lainnya.
Badan pengawas menjamin manajemen risiko terintegrasi dalam seluruh aktivitas organisasi dan menunjukkan kepemimpinan dan komitmen dengan:
a.Membangun dan menerapkan semua komponen kerangka kerja manajemen risiko;
b.Membuat pernyataan atau kebijakan untuk membangun manajemen risiko;
c.Mengalokasikan sumberdaya untuk mengelola risiko;
d.Menetapkan tugas, wewenang dan pertanggungjawaban sesuai dengan level organisasi.
Tim pengawasan bertanggungjawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko serta Tim pelaksana bertugas untuk:
a.Menjamin risiko ditangani sesuai dengan tujuan organisasi yang ditetapkan;
b.Memahami risiko yang dihadapi organisasi dalam mencapai tujuannya;
c.Menjamin sistem pengelolaan risiko diterapkan dan dioperasikan secara efektif;
d.Menjamin bahwa risiko masih sesuai dengan konteks tujuan organisasi;
e.Menjamin bahwa informasi tentang risiko dan manajemennya dikomunikasikan dengan tepat.
Perlindungan terhadap pelapor pelanggaran hukum di lingkungan Polri adalah untuk pengungkapan pelanggaran hukum di bidang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang diduga dilakukan oleh pegawai negeri pada Polri secara tertutup. Setelah kewajiban untuk menolak perintah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dilaksanakan dimana pelapor pegawai negeri pada Polri yang melaporkan adanya pelanggaran hukum di lingkungan Polri dengan didukung oleh satu alat bukti yang sah, dimaksudkan agar setiap anggota Polri tidak perlu ragu atau takut untuk melaporkan jika terjadi KKN didalam institusi Polri.
Whistle Blowing System Online Polri adalah Sarana informasi di lingk Polri untuk menyampaikan info secara online adanya indikasi Tipikor yang dilakukan oleh pegawai negeri pada Polri dgn memberikan kronologis dan melampirkan bukti sebagai info awal.
Prinsip yang mendasari :
1) Rahasia, yaitu merahasiakan informasi identitas pegawai negeri pada Polri yang menyampaikan pengaduan;
2) Legalitas, yaitu WBS online diselenggarakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Akuntabel, yaitu WBS online dapat dipertanggung-jawabkan;
4) Prosedural, yaitu WBS online dilaksanakan sesuai dengan mekanisme, cara, kaidah-kaidah dan norma yang ditetapkan dalam organisasi;
5)Kepastian hukum yaitu personel Polri baik sebagai terlapor atau sebagai pelapor, mendapatan kepastian hukum dan keadilan;
6)Independen, yaitu penanganan WBS online tidak dapat diintervensi oleh pengaruh internal maupun eksternal;
7)Objektif, yaitu pelaksanaan WBS online berdasarkan fakta dan kriteria temuan yang ada, bukan persepsi atau analisa sendiri dari penyelidik internal Polri; dan
8) Integritas, yaitu WBS online dilaksanakan secara konsisten sesuai standar kode etik profesi polri.
WBS online Polri bertujuan untuk:
1)Mewujudkan terselenggaranya pelayanan laporan dugaan tpk secara online yang baik dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat;
2)Mewujudkan terselenggaranya wasdal yang akuntabel dalam penanganan laporan dugaan tpk
3)Terselesaikannya laporan dugaan tpk di lingkungan polri sesuai peraturan perundangan-undangan
Kriteria Informasi yang Dilaporkan :
1)Memenuhi ketentuan sesuai bunyi pasal 11 UU RI Nomor 30 Tahun 2002:
a)Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yg ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yg dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b)Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c)Menyangkut kerugian negara.
2)Menjelaskan siapa, melakukan apa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana;
3)Dilengkapi dengan bukti permulaan (data, dokumen, gambar dan rekaman) yang mendukung/menjelaskan adanya Tindak Pidana Korupsi;
4)Diharapkan dilengkapi dengan data sumber informasi untuk pendalaman;
5)Infomasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan;
6)Bukan informasi yang berisi kata-kata menghujat, kebencian dan fitnah.
Benturan kepentingan merupakan situasi di mana pejabat atau pegawai memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan,kebijakan ataupun tindakan. ldentifikasi bentuk benturan kepentingan diantaranya adalah :
a.Penerimaan gratifikasi atau pemberian/ penerimaan hadiah atas suatu putusan/penetapan hakim, keputusan atau pengambilan kebijakan dari pejabat terkait.
b.Penggunaan asset jabatan untuk kepentingan pribadi.
c.Penggunaan informasi yang seharusnya dirahasiakan karena jabatan untuk kepentingan pribadi/golongan.
d.Memberikan akses kepada pihak tertentu tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya sehingga merugikan pengguna layanan lainnya.
e.Proses pengawasan yang tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dari pihak yang diawasi.
f.Penyalahgunaan jabatan.